Menjamurnya iPhone unofficial dibarengi dengan ragam aplikasi menarik. Inikah yang mendorong Apple merilis iPhone 2.0 Juni nanti?
iPhone memang fenemonal. Wajar jika Time menyebut iPhone “Invention of the Year”. “It’s not a phone, it is a platform,” kata Lev Grossman, kontributor Time, dalam tulisannya mengenai iPhone di edisi itu. Apple memasukkan OS X, sistem operasi desktop untuk komputer Mac, ke layar kecil iPhone. “Ini satu-satunya gadget yang saat ini pantas disebut komputer berjalan,” tulis Lev lagi.
Lev Grossman boleh dibilang pengguna iPhone yang kagum dengan apa yang diberikan gadget ini. Padahal, saat Garong tech dan gadget menulis opininya di Time, iPhone “official” (locked version yang salah satunya dibundel dengan layanan Cingular AT&T), belum bisa memenuhi halaman pertama GUI (Graphical User Interface) di layar iPhone. Dari 20 potensi aplikasi per halaman, Apple hanya mengisinya dengan 17 aplikasi saja. Empat di antaranya adalah aplikasi utama, yaitu Phone, Mail, Safari, dan iPod. Sisanya adalah Text (untuk SMS), Calendar, Foto, Camera, Youtube, Stocks, Maps, Weather, Clock, Calculator, Note, Setting, dan iTunes.
iPHONE “UNOFFICIAL”
Di luar Lev dan pengguna iPhone “official”, terdapat kelompok penguna lain yang menggunakan iPhone “unofficial". Inilah iPhone yang di-hack agar bisa bertelekomunikasi via berbagai kartu SIM. Jumlahnya pun jutaan. Jonathan Zdziarski, iPhone’s hacker dan penulis buku “iPhone Open Development Kit”, memperkirakan 40% dari iPhone yang beredar digunakan oleh para Jailbreakers, sebutan untuk pengguna iPhone “hacked".
Akhir Januari 2008, Businessweek.com, menulis 800.000 hingga 1 juta dari sekitar 4 juta iPhone yang beredar adalah versi “unofficial" . Tak hanya di Indonesia atau di Asia, konsumen di negara-negara di mana iPhone resmi dipasarkan, seperti AS, Jerman, atau inggris, juga banyak yang menggunakan iPhone “tak resmi” itu.
Perkiraan di atas masuk akal ketika kita tahu bahwa iPhone “unofficial” menawarkan hal yang tak kalah menarik dibandingkan versi resminya. Tampaknya, selain tidak sabar (dan tidak nyaman didikte menggunakan satu operator), para iPhone’s Jailbreakers juga berani mempertukarkan after-sales support dengan tawaran fitur yang beragam. Bayangkan, iPhone “Jailbreak” mempunyai segudang aplikasi tambahan yang bisa didownload langsung. Melalui aplikasi installer (Installer App), pengguna bisa menginstal berbagai game, toys, dan aplikasi-aplikasi lain yang menarik. Anehnya, keragaman ini tidak didapatkan pada iPhone resmi.
Karena installer app, layar GUI tak lagi terbatas hanya 1 muka. Kini, puluhan native application (native app) bisa dibenamkan di berbagai halaman GUI, yang dapat digeser halaman demi halaman karena dukungan teknologi multitouch. Pemanfaatan iPhone pun lebih maksimal. Langkah Apple mengembangkan mengembangkan web application (web app), tak lebih menarik dibandingkan native app yang bebas dari ketergantungan jaringan. Jurang ini dengan jeli dimanfaatkan para iPhone’s early adopter, yang segelintir di antaranya adalah hackers yang menguasai Mac OS Apple. Berawal dari mengotak-atik “How to Unlock the SIM Card”, mereka kemudian juga mengoprek iPhone jadi makin hebat. Meski tak sedikit berita yang meragukan kualitas ponsel “BM” ini, pengguna iPhone “unofficial” tak surut. Di Jakarta saja, harga iPhone 8 GB yang sempat turun jadi Rp 4.8 juta di akhir April lalu, minggu kedua Mei naik lagi ke Rp 5.3 juta gara-gara stok langka.
IPHONE 2.0
Maraknya penggunaan iPhone “unofficial” tentunya juga didukung oleh kepercayaan konsumen yang tinggi terhadap kualitas produk Apple ini. Di samping itu, mereka mempertanyakan kebijakan Apple yang terkesan kurang royal dan cenderung
menyembunyikan potensi iPhone yang sesungguhnya. Apakah Apple kecolongan atau sengaja menciptakan kondisi ini, tak begitu jelas. Tak ada langkah hukum yang diambil Apple menghadapi keadaan tersebut. Pada peluncuran iPhone di Inggris, 18 September 2007, selain menyinggung upayanya menekan kegiatan unlocking SIM Card, Steve Jobs juga mengambarkan situasi yang dihadapinya sebagai “Cat and Mouse Game”. Namun, kata Jobs, “Saya sendiri tak terlalu yakin siapa yang jadi kucing atau tikus, di sini.”
Langkah Apple yang lebih jelas terlihat pada 6 Maret lalu, saat melakukan preview iPhone 2.0 dan mengumumkan akan merilis Software Development Kit (SDK) terkini untuk para developer dan menyiapkan fitur terbaru untuk konsumen korporat. Kepada kalangan korporasi, Apple menawarkan fitur-fitur yang mendukung Microsoft Exchange untuk pengorganisasian push-email, contact, calendar, secara remote (over the air) plus tambahan Cisco IPsec VPN untuk membentengi keamanan data. Dengan software iPhone 2.0 untuk korporat, administrator IT perusahaan bisa secara mudah dan cepat melakukan setting password, VPN, server, dan lain-lain, untuk banyak iPhone, karena hasil konfigurasi bisa dikirimkan melalui weblink atau email ke setiap user-nya.
Kepada para developer, Apple mengajak untuk menciptakan berbagai native app untuk melengkapi iPhone 2.0 yang akan diluncurkan ke pasar Juni nanti. Dalam presentasinya, Steve Jobs memaparkan rencana Apple ke depan, termasuk niatnya membuat Application Store (App Store) untuk mendukung iPhone terbarunya. Sebagai pemilik toko, Apple mengutip 30% dari harga banderol aplikasi yang ditetapkan developer. “Kami juga siap menjajakan aplikasi-aplikasi gratis, free of charge,” kata Steve Jobs meyakinkan.
Untuk memperkuat jurus terbarunya, Apple mengundang pengembang terkemuka macam Electronics Art (EA), yang jago dalam game, untuk menunjukkan kemampuannya di iPhone. AOL (American On Line) dan salesforce.com, termasuk yang ikut berpartisipasi di sini. Beberapa yang lain, termasuk Namco, NetSuite, dan PopCap, juga menunjukkan minat yang
tinggi mengembangkan aplikasi pada iPhone 2.0. “Tak sabar melihat game klasik seperti PacMan dan Galaga dimainkan di perangkat revolusioner iPhone,” kata Scott Rubin, vice president, Sales & Marketing, Namco Networks.
Belum cukup di situ, Apple menggandeng venture capitalist terkemuka KPCB (Kleiner Perkins Caufield & Byers) membentuk iFund, yang akan mendukung para inovator yang ikut mengembangkan platform iPhone dan iPod Touch. “Kami yakin beberapa perusahan baru yang sukses akan muncul seiring dengan meningkatnya penerimaan atas platform baru ini. Dan, iFund akan mendukung seluruh potensi yang mereka miliki,” kata John Doerr, petinggi KPCB. Untuk program ini, KPCB menyiapkan US$ 100 juta yang akan dialokasikan selektif, tak hanya kepada pengembang aplikasi, tapi juga untuk perusahaan jasa terkait, khususnya jasa LBS (Location Based Service), social networking, dan m-commerce.
Dengan berbagai jurus andalan itu, peluang Apple untuk mengontrol kembali keadaan jadi lebih besar. Setelah Juni, installer app yang ada di iPhone “unofficial” akan mendapatkan “rival” sepadan bernama App Store yang didukung Apple Incorporated. Jika para developer iPhone 2.0 bisa menawarkan aplikasi menarik plus harga yang wajar kepada konsumen, App Store kemungkinan besar akan dibanjiri peminat yang ingin mendownload aplikasi langsung dari iPhone mereka.
Setelah urusan “kucing dan tikus” ini bisa diselesaikan, Apple tentunya akan bisa lebih berkonsentrasi menghadapi pertarungan yang lebih berat, melawan vendor-vendor ponsel dunia yang lebih berpengalaman. Mampukah Apple menjadi kuda hitam. Kita tunggu saja,